Lukisan Waktu Carla

bunga-lili-kala-pink-1

 

Selamat sore,,

Sunset yang ku nantikan akhirnya muncul juga. Terlebih bila aku menyaksikannya di pantai dengan pemandangan laut lepas tiada batas. tetapi tenang saja pemandangan alam didepan mataku ini tak kalah hebatnya untuk melihat sunset,  hamparan pematang yang tak ubahnya kasur hijau empuk. Bergoyang-goyang diterpa angin. Dengan sigap ku tarik napasku dalam sekali hirup seolah menjawab lambaian nyiur kelapa pantai. Satu-satu bayangan itu sejenak terlintas cepat, lantas tenggelam bersama kedipan mataku. Satu per satu lintasannya makin melambat. Seiring mataku terpejam agak lama. Kejadian itu seakan memaksa otakku untuk mengingatnya.

“La jawab pertanyaanku” bisikku mendesis pelan. Yang ditanya malah urung menjawab, tangan kirinya memeluk kedua lutut sedangkan tangan kanannya asyik menulisi pasir pantai. Angin hendak membawa kami entah kemana, tetapi ia hanya berhasil menyapu ujung-ujung rambut kami bahkan bayangannya saja tidak.

Tiga puluh detik berlalu, Carla sempurna membalik badan. Tatapannya lurus menghadapku “Tegar, bukankah sudah berapa kali ku katakan padamu. AKU MENCINTAIMU DENGAN SEUTUHNYA, tidak peduli apa kekuranganmu” Carla akhirnya menjawab keras tanpa desisan sama sekali.

“Aku menyesal bertanya padamu, tapi aku senang jawabannya selalu sama“ candaku garing.. Sunset mulai menjajaki kaki cakrwala, merapat ke ufuk barat. Kami beradu dengan pemahaman cinta masing-masing. Senyap.

♫♫♫

            Selaksa waktu masa saat padi-padi menguning, dan bunga-bunga rumput pinggiran taman ikut bersemi. ternyata hatiku juga ikut bersemi. bibirku tak berhenti mengulum senyum yang mengembang. bukan karena para petani itu yang berhenti mengolok2 kakiku yang menghilang. Namun, seorang gadis berambut gelombang itu melingkarkan pilinan mahkota dari bunga rumput kepalaku. Seperti aku seorang raja yang telah menaklukkan lebih dari separuh dunia saja. Saat itu wajahku memang selalu tertunduk dalam.kusut, kesal tapi tak boleh menangis, jelas saja aku tak boleh sedikitpun menitikkan air mata karena statusku “Laki-Laki”

“hoy,,cah buntung,,nangapa koe meneng wae, arep nangis yo? huuh cah lanang kok nangis, ngisin-ngisinke aku wae”1

“cah wedo gimbal urung adus maning, awas koe ora meneng tak gunduli rambutmu”2

“wkwkwkwk,,arep nggunduli aku anggo opo haah? yo wes toh, kita damai wae lah, aku sing ngalah3 tawanya puas sambil menunjukkan sepotong jari kelingkingnya.

aku masih acuh urung memandang, hatiku makin memanas dipanggil cah buntung. Tangan kiriku memeluk tangan kananku yang tiada.

Tidak menunggu sepersekian menit, tangannya cekatan memasang mahkota itu di kepalaku

“hehe, ojo mangkel karo aku maning yo, Jas Kidding,,jas Kidding prend4

Itu belasan tahun saat aku pertama kali mengenal Carla di kota kami. Ia gadis yang ceria, baik, apa adanya tapi juga ceroboh, Belasan tahun yang membuka mata ini mengenal arti hidup dan kesempurnaan, juga belasan tahun tahun yang mampu menggerakkan tangan kiriku hingga ia jauh lebih berfungsi menggantikan tangan kananku.

Percayalah, anggap saja kau membeli lukisan-lukisan seniman hebat hasil lelang dari museum. Lukisanku pernah mendapatkan penghargaan lukisan terbaik di museum terkenal dengan tema Negara dan rakyat. Itu juga atas ulah Carla. Dia semangat sekali kalau bercerita tentang Surga dan Neraka, macam pernah mengunjungi saja bocah itu. Tentu saja versi cerita Carla sangat tidak akurat, banyak yang ia karang-karang sendiri, tapi cukup membuatku terbayang lebih dalam dan tanganku bersinergi dengan otak. hingga cukup dengan pulpen saja aku bisa melukis.

Yang menyenangkan adalah saat musim panen bawang merah. Setiap selesai membantu ayah, aku dan Carla sudah siap dengan kresek masing-masing. Kami siap berburu bawang merah liar yang sengaja tidak diambil pemiliknya. Istilahnya Gresek, kalau sudah banyak lantas dijual pada juragan bawang merah disekitar sawah. Bermain sambil bekerja. Benar-benar hebat suatu hari aku dan Carla pernah mendapat uang lebih dari Rp 50.000 dari hasil Gresek kita setengah hari. Dengan tampang memelasku ditambah rambut gelombang Carla yang sengaja diacak-acak akhirnya juragan itu luluh juga. Saat uang itu sudah ditangan, segera saja kami berterima kasih, balik badan dan terang saja, nyengir menahan tawa. Iya, zaman itu uang 50.000 sangat besar nilainya karena inflasi belum setinggi sekarang.

♫♫♫

            Perlahan-lahan aku dan Carla menjadi sahabat yang tak mungkin dipisahkan. Kami mulai mengerti satu sama lain, karakter dan latar belakang kehidupan kami. Tetapi jauh lebih banyak Carla yang mengerti tentangku. Dengan kecepatan waktu hidupku berubah. semuanya bak gelombang ombak. Sementara rasa itu juga ikut bermekaran. Dan aku semakin dewasa melaluinya.

Ketika waktu masih menjadi milikmu, maka jangan pernah anggap ia tak ada. Karena waktu adalah kehidupan. Jika digunakan untuk membaca, akan menjadi sumber kebijaksanaan. Jika digunakan untuk berfikir, akan menjadi kekuatan Jika digunakan untuk berdoa akan menjadi keberkahan dan rahmat. Jika digunakan untuk bekerja akan membawa keberhasilan Dan jika digunakan untuk beramal, akan menghantarkan menuju surga  .

“Waktu tak pernah peduli pada apa dan siapa yang ia putari. Ia tak bertanya padamu tentang apa masalahmu, kemana tanganmu bukan? Namun Ia bisa menjadi obat terampuh saat semua obat paling mujarab yang direkomendasikan dokter tak berfungsi. Ia terus saja berjalan bahkan dan ia berlari sesuai dengan fikiran manusia. Kau tahu maksudku bukan?’’

“Iya aku tahu maksudmu. Aku ingin menggenapkan waktuku bersamamu dengan sebuah ikatan pasti la, kita tidak mungkin terus seperti ini!” tatapanku tajam penuh harap

“Iya, Aku tak pernah meragukanmu Tegar. Sama sekali tidak,  Jika sebelah tangan kirimu saja dapat membuat lukisan hebat. Maka dengan jiwa dan hatimu juga ke’Tegar’an namamu, tentu saja aku sangat percaya padamu. Dan kau harus meyakinkan ayahku, kau pasti bisa melakukannnya Tegar” tatapan Carla tak kalah tajam. Sebelah kiri tanganku masih menggenggam tangannya.

Tiga hari yang menegangkan, tiga hari yang sangat menentukan. Walaupun aku yakin dengan jawaban Carla, tapi dengan ayahnya aku sungguh tak yakin.

Ternyata bukan kabar baik yang ku dapatkan, juga bukan kabar buruk tapi sekedar menunggu kepastian yang membuatku harus menjadi orang-orang sabar. Tentu saja ini karena tangan kananku yang nihil. Ayah Carla jelas ragu dengan hanya 1 tanganku saja yang akan menafkahi anak semata wayangnya kelak. Apalagi itu hanya tangan kiri! Bisa apa?

Setiap tapak jalanku tak ku biarkan satu bayangan melintas tanpa ia memberi ide. Sepuluh langkah tapak kakiku sudah menginjak berates-ratus pasir, semuanya nihil ide. Tujuh langkah terbuang percuma untuk menjawab sapaan orang

“Lam laikum Tegar, kusut nian wajah kau” sapa bang Togar sok akrab

Sapaan kedua, ketiga, keempat ku biarkan ..

“Assalaamualaikum nak Tegar, mampir dulu lah sini, kau kemarin belum mengaji ya” sapaan hangat pak kyai membuatku kaget sekaligus malu. Spontan wajahku memproduksi senyum tak berdosa dengan hasil samping garuk-garuk kepala yang tidak gatal.

“Kenapa pula wajahmu ni, sekali-kali senyumlah yang manis, biar bapak tak usah beli gula kalau bikin teh” kami berdua tertawa lebar.

Singkatnya pertemuan dengan orang alim macam pak haji Hisyam memang sering memberi berkah. Setelah ku ceritakan semua yang ku lakukan dan maksud seriusku. pak kyai kharismatik itu langsung memerintahkan ayah Carla menikahkannya denganku, tentunya dengan memberi pemahaman baik terlebih dahulu, sehingga ayah Carla mau ikhlas menerimaku. Dan akhirnya hidupku sempat mengalami kesempurnaan.

OK aku akan selalu percaya GALAU (God Always Listening Always Understanding)..hatiku sumringah.

♫♫♫

            Rasakanlah sejenak angin bersih yang kau dapatkan dari kebahagiaanmu, sebelum ia bercampur debu. Akhirnya senyum-senyum kami merekah indah, meski tak lama, mungkin hanya berjalan dari musim semi sampai kembali ke musim dingin. Lantas ia membeku untuk selamanya. Garis-garis sinar itu masih terekam kuat di otak kananku. Sinar truk yang menutup sinar istriku Carla. Malam membuat catatannya. Saat tangan kiriku lunglai melukis waktu. Aku harus bersiap dengan semuanya.

Aku bahkan sudah kenyang dengan teori waktu saat umur ibuku ikut redup ke dalamnya. Namun setiap kali datang kejadian buruk, teori-teori itu seakan lepas. Landas dan tandas. Otakku mengerti tetapi hatiku tak mau berkompromi. Susah payah aku meneguhkan hati… Dan kini waktu benar-benar menjadi milikku saat semuanya seolah berdilatasi menghujam cakrawala kandas sembunyi dibalik bumi.

Lihatlah aku, aku yang tak seTegar namaku. Kini aku baru mengakui bahwa menangis itu penting. Dahulu aku tak percaya dengan pernyataan orang-orang kalau tangisan kering itu lebih menyakitkan dari dari tangisan basah. Tentu saja karena aku seorang laki-laki yang amat menjaga imej. Dan ternyata memang menyakitkan, dua waktu yang membuatku sungguh tak berdaya, dua waktu menyakitkan itu benar-benar  membuat ke’lelaki’anku luruh runtuh sekejap. Dua-duanya karena wanita dan entahlah adakah waktu ketiga yang persis sama ataukah melebihi ambang batas ketegaranku? Aku tak tahu.

Ah aku tahu, kau sangat anti dengan pekerjaan berandai-andai. Kau sering memarahiku saat aku hal itu ku lakukan. Hidupmu terlalu nyata Carla, dan hidupku terlalu maya untuk bisa kau gapai

“Andai aku diberi jatah air mata hanya satu barel untuk sebuah kebahagiaan dan kesedihan, maka akan ku bagi untuk orangtuaku seperempat saja, untuk keluarga dan seluruh teman-temanku juga seperempat saja. Dan akan aku berikan separuh air mataku hanya untukmu karena bagiku kau adalah orangtua, kakak, teman juga kekasihku” Rayuan gombalku yang berubah kenyataan. Kini aku berharap tuhan melebihkan air mataku lebih dari satu barel agar aku bisa menangis bersamamu dalam sebuah rasa syukur atas kebahagiaan kita hingga ia mengalir ke salsabil surga kelak.

♫♫♫

            Kau memang benar, Carla. Pada hakikatnya kesempurnaan adalah saat seseorang merasa cukup. Kesempurnaan itu bukanlah siapa lebih apa dari siapa. kesempurnaan adalah milik Tuhan dan masing-masing kita telah memiliki definisi kesempurnaan masing-masing. Mungkin para pejabat itu merasa sempurna saat mereka sudah menguasai Negeri ini. para petani sudah sempurna menjadi petani dengan segala kepasrahannya. Para astronot merasa sempurna saat mereka menginjakkan kaki di bulan.

Begitu juga dengan aku yang sudah sempurna dengan memilikimu. Hingga harus berkali-kali aku memuji kesempurnaan Tuhanku.

 

Keterangan

1hoi ,,anak cacat, kenapa kamu diam aja, mau nangis ya? huuh anak laki-laki kok nangis, malu-maluin aja

2 anak perempuan gimbal, belum mandi lagi, awas kamu gak diem, aku botakin rambutmu

3wkwkwkwk,,mau botakin aku pake apa haah? ya sudah lah kita damai saja, aku yang ngalah

4hehe, jangan marah sama aku lagi ya, Jas Kidding,,jas Kidding prend

PS : entah kenapa saya suka sekali dengan bunga lili, sampai2 males banget nyari nama tokoh selain Lily. naah, nama lain bunga Lily itu Calla, jadi saya plesetkan Carla. judul aslinya “Lukisan Waktu Lily”, sudah pernah dipublkasikan dalam antologi cerpen sederhana. selamat membaca, semoga ada yang bisa diambil 🙂

FOTO DAN CATATAN

cappuchino-with-hearts

 

Bismillahirrahmaanirrahiim

Suatu hari kisah ukhuwah kita akan menjelma menjadi hanya selembar foto. Disana barangkali kita sedang tersenyum. Saat itu, mata kita menatap ceria ke satu arah lensa kamera, entah milik siapa. Kita memakai warna baju yang senada. Sementara bulan diatas sana bersiap membuat purnama.
Tentang foto itu, aku tahu itu hanya sekedar kertas bercetak tinta. Entah apa yang membuatnya amat berharga karena ia mengganti ribuan kata tanpa terucapkan sepatah suara.ada hentakan pluit satpam, ada gedoran pintu di tiap subuh, ada meoangan kucing di segenap sudut asrama, ada riuhan panjang tiap antrian buka puasa, ada gelora semangat saat jadwal imam dan kultum tiba, pun dengan suara merdu tahfidzmu saat disetorkan ke pembina, meski ia harus terbata-bata. Iya Ada asa kian menggunung dalam tiap helaan senyum yang terukir. Semoga Allah berkenan untuk menguatkan apa yang sudah terhidayah dalam diri kita, dari lisan yang bertutur baik, tangan yang ringan mengulur untuk saudaranya, kaki yang melangkah hanya menuju yang haq, pakaian yang syar’i, juga hati yang berkiblat hanya kepadaNya atas semua niat yang terucap, atas semua tujuan hidup, pun Ia berkenan memberi hidayah pada bagian lainnya.
Kau tahu? Setiap foto selalu terlihat sempurna. Seolah hidup kita lurus semulus jalan tol ke Sentul. Namun, aku tahu, tak semua foto jujur apa adanya, kebanyakan ia hasil rekayasa, bisa jadi masing-masing kita menyimpan jerit yang berbeda kettinggian nadanya, saling berdiam tak menganggap, atau saling menatap sengit setelahnya. Toh kita hanya butuh berpura-pura tersenyum manis, begaya bebas atau sekedar tertawa lepas. Maka maafkanlah kami atas segala yang menjadi terbatas. Atas peran ukhuwah yang belum sempurna terbayar. Semoga iman kita tak hanya diatas selembar foto . Karena begitulah sabda Rasul kita “ tak sempurna iman seorang muslim sebelum ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”.
My dear, mungkin salah satu diantara kita sudah tiada, ketika nanti entah adek kelas atau anggota keluarga kecil kita bertanya, tentang sosok yang kian lama menjadi asing dalam foto itu- sambil menunjuk-nunjuk sesososk wajah dalam gambar dengan jemari mungilnya. Dan Kau sampai harus mengernyitkan dahi lamat-lamat untuk sampai pada memory itu. Kita mungkin tak memilki seluruh waktu untuk setiap saat saling membersamai. Tapi mudah-mudahan Allah mencatat waktu yang sedikit itu sebagai amal sekaligus bekal untuk masa depan di aliran waktu yang kian berjalan.
My dear, suatu hari kisah kita akan menjelma hanya sebatas catatan. Yang tentu saja tak utuh menceritakan semuanya. Semua haru yang pernah kita jalani, semua doa yang pernah kita panjatkan , semua cemas yang pernah kita takutkan, semua yang pernah kita genggam atau yang hilang dalam dekapan. Kelak semuanya akan menjadi masa lalu, termasuk kisah kita. namun percayalah, kelak di suatu masa yang dijanjikan, semua yang menjadi masa lalu akan berubah menjadi masa depan yang dimintai pertanggungjawaban. Saat itu kita sibuk dengan urusan masing-masing, tak sempat menyapa, apatah lagi saling bertanya. Aku tak bisa menjanjikan apa-apa, Namun, semoga catatan itu cukup bernilai menjadi pemberat mizan kebaikan kita meski tak seberapa. Dan Allah berkenan mempertemukan kita di syurgaNya, senyum kita dalam sebingkai ridho, bukan sekedar foto.
Ukhibbukum fillah, lillah ^^

Rainy City, June 3rd 2015
Imperfect one, Kiya UVillah

Note : catatan ini dibuat pada akhir perpisahan matrikulasi STEI Tazkia 2015, terinspirasi dari berbagai sumber, dan sekedar perapian kenangan aja sebelum terlambat, namun isinya dimaksudkan kepada semua teman2 yang berperan dalam kehidupan penulis, keluarga, Tsabat Arsy, Biokimia 46, IPN 2014, tim Pembina matrikulasi, dll thanks for fullfilling my life

Review Novel HUJAN

 

novel-hujan

Review novel HUJAN ini based on tokoh Lily..yang ada di blog ini.

***

Lagi-lagi aku harus mengenakan pakaian serba hitam, dengan paduan hijab motif yang sedikit mencerahkan penampilanku.

Aku tak perlu menjawab panjang lebar saat beberapa pertanyaan atas ke”diam”anku akhir-akhir ini. Pertanyaan-pertanyaan itu seperti hujan yang kadang tanpa pertanda mendung ia menderas, merangsek memaksa masuk ke setiap sudut benda, membasahi apa saja yang ditemuinya. Pun pertanyaan mereka yang mendesak ingin dijawab, tanpa tahu kondisi yang ditanya. Semoga cukup dengan melihat pakaian serba hitam ini, mereka jadi paham. Maaf aku tidak punya banyak slot waktu untuk membahas ini- berkali-kali ku tegaskan pikiranku dengan kalimat itu.  Juga kepada hatiku-Maaf aku tidak punya cukup ruang untuk menyimpan urusan ini. Seseorang itu beserta kenangannya telah sempurna mati dalam memoriku, lebih tepatnya ia tewas dalam puluhan peluru pistolku. Sebenarnya aku bahkan butuh ratusan peluru sebagai awalan, aku pesimis rencanaku akan gagal, tapi beruntunglah, Allah memberikan kekuatan luar biasa pada sepuluh peluru terakhirku. Ya, tak ada salahnya membunuh kenangan buruk pengganggu kenyamanan hidup. Yang salah sekaligus bodoh adalah membunuh diri sendiri lalu membiarkan kenangan buruknya tetap hidup sampai di liang lahat. Ah sudahlah, adakalanya kita harus kembali ke masa kanak-kanak, mereka selalu bisa membunuh kenangan buruknya secepat kilat, lalu menggantinya dengan keceriaan yang membahagiakan sekelilingnya. Sedangkan orang dewasa, mereka  terlalu banyak yang dipikirkan, yang dipertimbangkan sehingga permasalahan kecil seringkali menjadi besar.

Sudah 10 menit menunggu, akhirnya kaki kananku menginjak tangga masuk bus umum, membawa tubuhku sempurna masuk ke ruangannya.mataku awas mencari tempat duduk yang kosong. Di bus TJ kemungkinan untuk bisa duduk nyaman memang sangat kecil. Bayangkan saja, setiap halte ada saja yang masuk, jumlahnya lebih banyak dari yang keluar, sedangkan yang sudah mendapat tempat duduk seakan tidak mau bergantian meskipun ada ketentuan terhadap penumpang prioritas untuk duduk, bilang hanya sebentar ko bu,dari tadi saya berdiri  bentar lagi saya turun, menyebalkan sekali. Untunglah, masih ada tempat pojok di dekat supir, tanpa berpikir panjang lagi, aku segera bersiap-siap duduk untuk sedikit mengurangi kelelahanku seharian ini.

***

Aku suka nama Lail karena artinya malam. Setiap kali membaca namanya, selalu mengingatkanku pada qiyamullail yang belum bisa aku laksanakan rutin. Aku masih akan terus berusaha memperbaiki kualitas dan kuantitasnya. Alibi kerja rodi di kantor selalu membuat seluruh tubuhku remuk redam dan membuatku tertidur seperti batu. Kerap kali meniatkan bangun, aku bisa melakukannya, tapi entah kenapa bisikan lain lebih dominan dan membuatku kembali tertidur. Ah lima menit lagi, masih jam 3.15 ko.  Ampuni aku ya Allah. Selain itu, hal terpenting dari namanya adalah, karena namanya mirip dengan namaku. Hehe.

Bermacam-macam manusia dalam bus umum panjang ini, sebagian ibu-ibu yang membawa barang belanjaannya, nampaknya mereka berbelanja bulanan  sendiri pasti sang suami masih sibuk di kantor. Sebagian lain nampak mba-mba kantoran, benda kedua yang mereka cek setelah hp yaitu  cermin. Iya hari ini memang hari kemerdekaan negeri ini. Orang-orang yang hobi menaiki kreta beralih naik TJ, mau nengokin euforia hari kemerdekaan- katanya. Pakaian mereka merah-putih seperti anak SD, kecuali aku, hitam-hitam-kuning. Apa hanya aku warga ibu kota yang belum merdeka?

Mata mereka memandang aneh ke arahku, tapi peduli apa? Aku terus melanjutkan membaca novel.

Namaku Lily, nama dia Lail, kami memiliki sedikit kemiripan cerita yang ingin dikenang juga yang ingin di lupakan. Kami sama-sama meyukai hujan, mendongak syahdu merasakan tiap butirnya jatuh dari langit. Terhadap hujan, aku malah sampai memaksa diri naik ke lantai 3, tempat jemuran kosan hanya untuk membuka mulut, demi mendapat sensasi hujan rasa original fresh from cloud haha. Bukan karena aku tinggal di kota hujan lantas aku menyukai hujan. Tetapi hujan selalu memberikan ketenangan, ketegangan juga isyarat peringatan langsung dari sang penciptanya, agar penduduk selalu bersyukur dan beramar maruf nahi mungkar.

Bus melaju kencang melintasi setiap jengkal tanah Jakarta, di luar sana pemandangan gedung pencakar langit sudah amat biasa, mereka otomatis butuh pendingin, membuat suhu ibu kota naik beberapa derajat celsius. Yang aku takutkan bagaimana jika suatu saat nanti suhu negeri ini, terutama ibu kota terus naik tak terkendali seperti dalam kisah novel ini? Aku jadi membayangkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dengan ide gilanya, intervensi lapisan stratosfer menggunakan gas anti sulfur dioksida untuk mendapatkan  musim dingin bagi negara tropis, tapi merugikan negara subtropis . Itu mungkin membantu pada jangka pendek, tapi sangat berbahaya untuk jangka panjang. Negara-negara egois dan menyalahkan satu sama lain, awal kepunahan manusia, bahkan mungkin sebelum kiamat terjadi manusia punah lebih dulu, itu prediksiku berdasarkan kisah novel itu. Hfft, seram sekali membayangkannya.

Pemandangan di luar terlihat semakin gelap, mendung menggantung di langit-langit awan. Sebentar lagi hujan. Dari kaca bus suasana terlihat lebih mendramatisir, para pekerja kantoran berlomba-lomba pulang cepat sampai di kediaman masing-masing, membuat bus yang ku tumpangi melaju lebih lambat karena aku menyukai hujan setara dengan aku tidak menyukai ada orang yang memaki, merajuk dan menyalahkan hujan.  Hampir semua kejadian penting pada kisah Lail terjadi saat hujan, walaupun hujan tidak menyertai endingnya, namun perjalanan kisah ini sungguh apik dan menyentuh.

Setelah kejadian letusan gunung skala 8 VEI. Lail kemudian jadi yatim piatu, karena ibunya jatuh dari pegangan lubang tangga darurat, ia tak terselamatkan, begitu juga ayahnya yang bekerja di luar daerah. Statusnya tidak diketahui, tapi jelas tak selamat, karena disana mengalami kerusakan yang jauh lebih parah, hingga daerah itu akhirnya terhapus dari peta. Lail memang kehilangan orang-orang paling berharga dalam hidupnya, tapi ia juga mendapatkan 2 orang penggantinya; Esok dan Maryam

Lail pertama kali bertemu Esok, seorang pemuda yang menyelamatkan dirinya di lubang tangga darurat kereta bawah tanah dari pagi itu. Lail kehilangan ibunya, dan Esok kehilangan ke empat kakak laki-lakinya. Mereka menjadi semakin dekat di tenda pengungsian. Tempat yang sering mereka kunjungi adalah lubang tangga darurat dengan meminjam sepeda milik marinir. Setelah infrastruktur kota memulih , mereka akhirnya terpisah. Lail pindah ke panti sosial, sedangkan Esok pindah ke rumah orangtua angkat yang mengadopsinya. Ia pindah bersama ibunya.

Orang paling berharga selanjutnya adalah Maryam. Seorang gadis berambut kribo, wajah berjerawat yang akan menjadi sahabat terbaiknya. Maryam memiliki karakter yang selalu ceria dan cepat menyesuaikan keadaan disekitarnya. Sangat cocok untuk disandingkan dengan karakter Lail yang sebaliknya, pendiam dan sedikit introvert. Hal itu wajar, karena Lail butuh waktu untuk menenangkan diri setelah ia kehilangan ayah-ibunya saat kejadian bencana alam gunung meletus skala 8 VEI itu. Aku? Alhamdulillah tidak pernah mengalami bencana alam, orangtuaku masih utuh, juga betapa bersyukurnya aku, Allah hadirkan Naina seperti Ia hadirkan Harun As untuk Musa As.

Maryam dan Lail memutuskan bergabung di organisasi relawan setelah sebeumnya bosan menghias kue di kursus memasak di Panti Sosial.Namun, seiring berjalan waktu mereka kembali menyukai membuat kue karena sering berkunjung di toko kue milik ibu Esok.

Bedanya aku dan Lail adalah Lail bertemu dengan sosok Esok yang luar biasa, sedangkan aku malah bertemu sosok lelaki zombie yang sungguh menyeramkan, bahkan sekedar untuk diingat. Esok walaupun ia anak bungsu, tapi ia sangat dewasa dan bijaksana. Ia genius dan terlibat dalam proyek besar nan misterius; pembuatan kapal raksasa demi penyelamatan umat manusia . Ia tak seperti lelaki zombie itu, ia tak banyak menunjukkan perasaannya. Tapi keduanya saling merasakan, sayangnya mereka saling menunggu waktu terbaik. Hingga Lail pun hampir membunuh perasaannya dengan teknologi kedokteran paling mutakhir. Ah, terkadang berterus terang dan menyampaikan segera jauh lebih baik dari pada niatan surprise yang malah berujung kesalahpahaman, yang tentu saja menyakitkan. Surprise memang dominan dengan sesuatu yang manis kalau itu berhasil, tapi siapa pula yang mau menanggung jika itu gagal??

Dan tentang modifikasi ingatan itu, aku sungguh penasaran dan menyesalkannya, kenapa teknologi canggih itu tidak hadir lebih awal pada zamanku sekarang ini.  Setidaknya aku bisa menghapus benang-benang merah di syaraf memoriku dalam waktu super cepat, tidak perlu membuang-buang waktu lebih lama untuk melupakannya, menguburnya dalam-dalam. Sehingga kualitas hidupku tak sampai menurun drastis kala itu. Payah, jangan menghayal , Ly, belum tentu juga kamu masih hidup di tahun 2050, masih 34 tahun lain, sedangkan usiamu sekarang sudah hampir mencapai ¼ abad.

Tokoh-tokoh yang selalu membersamai kisah Lail adalah Esok dan Maryam. Kelak sampai di penghujung cerita akhirnya aku mendapati Lail dan Esok menikah di tengah musim panas yang menanjak ke arah ekstrem, mereka akan melewatinya bersama-sama hingga iklim kembali normal secara alami. Meskipun begitu, aku paham, tokoh utama setelah Lail sejatinya adalah Maryam, bukan Esok. Sebagaimana aku memiliki Naina, sahabat terbaik yang tak lekang oleh masa.

***

Rasanya sudah lama sekali aku tidak menceritakan keseharianku di lembar kertas digital ini. terakhir saat perjalanan rutinanku bersama Naina, Train To Bogor. Akhirnya sebuah Novel berjudul HUJAN berhasil ku selesaikan. Novel ini temanku sekali isinya,, Ika dan Sony, yang diperankan oleh tokoh  Lail dan Esok, antara modifikasi ingatan, kekacauan iklim dan proyek kapal raksasa. Walaupun ciri fisik antar mereka berbeda jauh dari penggambarannya.

Namanya Lail, dia beruntung bertemu sosok Esok, sedang aku? Namaku Lily, dan aku juga beruntung bertemu si laki-laki zombie tempo hari.

Di luar jendela sana, hujan masih turun menderas.

 

 

Key words :

Lail

Maryam

Esok

Terapi modifikasi ingatan

KTT Iklim -Intervensi gas anti sulfur dioksida

Organisasi Relawan

Selimut Sepi Kakak

Repost-tulisan lama

Minggu, 25 Juli 2010

Kawan, sekarang tanggal 13 juli tepat dua bulan setelah kakekku meninggal bulan Mei lalu. Keadaan rumahkupun bertambah sepi, kau tahu apa alasannya? Karena keponakanku sudah pindah ke tempat tinggal. Sebenarnya tidak terlalu jauh masih di area jawa tengah tapi bagian timur yaitu kota Solo, tetapi rasa kehilangan itu tetap akan ada, tumbuh berbunga dan menyemerbakkan aroma kesepian. Saat ini kakak perempuanku benar-benar terlihat kasihan karena permata hati satu-satunya yang menjadi penguat hidupnya telah berada nun jauh bermil-mil dari lokasi ia berada. Aku masih ingat satu hal yang menjadi penghiburnya sekarang, ia pernah bilang satu hal kalau ia akan hanyut dalam pesawat TV dan bisa melupakan beban perasaannya sejenak.
Aku tak pernah bisa membayangkan kalau tanggal 21 Juli besok aku akan pergi lagi ke Bandung, ayah dan ibu setiap hari bekerja, kakak laki-lakiku sudah lama tinggal di rumah istrinya, lantas siapa lagi dirumah ini kecuali dia. Ya , kakaku akan memasuki puncak kesepian bertabur kesunyian di rumah ini. Rumah yang tujuh tahun lalu disebut rumah kehangatan kini berputar 180◦ dari sebutannya dulu. Penghuninya telah memiliki kesibukan sendiri-sendiri, akibatnya kakakku menjadi penghuni terakhir dan ayahku tentu saja menjadi orang paling tampan. Aku tahu mulai saat ini batinnya menangis, pikirannya bercampur baur semrawut bak benang-benang kromatin dalam suatu kromosom dalam sebuah fase metafase, jiwanya merintih, menunggu, menanti, dan berharap suatu saat Allah akan memberinya malaikat berwajah manusia sebagai pengganti imamnya yang telah meninggal kala shalat jumat tujuh tahun silam.
♥ ♥ ♥
Berteman dengan sepi itu seperti berteman dengan orang gila yang tertidur, dia itu tidak merepotkan, tetapi melihatnya saja sudah menyebalkan sekaligus merepotkan. Seseorang bisa saja membunuh kesepian itu dengan berbagai kegiatan apa saja yang bisa ia lakukan. Namun, tak jarang pula rasa sepi itu membuat perasaan takut menjalari seseorang. Dan jika kau belum merasakannya maka bisa kau tanyakan saja pada kakakku, kau akan tahu secara luas permasalahan ini.
Kawan, hari itu mendung senantiasa menyelimuti kota batik ini, langitpun mulai menitikkan air mata dan tangisannya meleleh, mengalir deras membasahi bumi sang penampung setianya. Hari itu seperti biasa kakak iparku sudah pergi bekerja dua jam yang lalu sedangkan kakaku pergi entah kemana, seingatku ia pergi ke kota untuk menyiapkan keperluan pengajian besok karena hari sabtu yang lalu kakakku yang beruntung mendapat uang arisan. Selain itu ia juga ingin memberi kejutan untuk suaminya mas Khalid. Ya ampun ternyata aku juga lupa kalau hari itu ulang tahun kakak iparku. Memang sebenarnya dalam keluargaku tak pernah ada tradisi merayakan ulang tahun, apalagi yang sifatnya sangat mewah meriah hingga menghabiskan uang dengan percuma. Kali ini pun tidak, kakakku hanya sekedar memberi hadiah sepasang baju kerja lengkap dengan sepatunya. Kakakku pernah berkata kalau suaminya itu orang yang paling ikhlas yang pernah ia temui seumur hidupnya. Kakakku itu selalu membawa sesuatu entah itu barang ataupun sekedar makanan cemilan untuk dirinya saat pulang dari kerja, dan selama pernikahan yang ia jalani tak pernah sekalipun suaminya itu meminta sesuatu yang berharga.
Sudah lebih dari tiga jam kakakku pergi, syukurlah hujanpun reda, tapi kelihatannya belum ada tanda-tanda dia akan segera tiba di rumah. Jarum jam pendek menunjukkan pukul sebelas siang, jika hari ini bukan hari jumat biasanya kakak iparku akan pulang sejenak untuk sekedar makan siang sekaligus melepas rindu pada Yusuf, anak semata wayangnya yang masih berumur tiga tahun. Tetapi karena sekarang hari jumat maka hal itu tidak ia lakukan, ia langsung bersiap-siap untuk shalat jumat.
Menunggu adalah pekerjaan yang menyebalkan sama seperti “sepi” karena sifatnya tidak pasti, apalagi jika keduanya digabung dalam sebuah kalimat “menunggu dalam sepi” rasa bosannya pasti berkali-kali lipat. Untunglah keponakannku Yusuf itu sangat lincah dan menyenangkan, tingkah polahnya amat menarik perhatian orang-orang yang ada di dekatnya. Bola mata hitamnya yang berkilau bak kristal hitam, tubih mini montok dan gempalnya yang terbungkus kulit putih lembut khas anak kecil menambah kegemasan semua orang yang melihatnya. Yusuf adalah keponakanku yang lucu, gelak tawanya selalu menghiburku saat aku sedang kesal. Menggendongnya adalah pekerjaan yang paling aku sukai, dekapan kedua tangannya begitu berarti seolah meminta perlindungan padaku agar aku tak sampai hati menurunkannya ditempat yang salah. Namun, andai hari itu tak pernah ada dan peristiwa itu tak pernah terjadi, andai semua manusia bersifat seperti rasulullah saw yang selalu mendahulukan kepentingan orang lain, tidak pernah egois, dan andai aku dapat mengetahui suratan takdir hari itu.
Rasanya air mataku akan selalu meleleh deras begitu saja saat ku tatap sinar kristal hitam yang ada dalam bola mata yusuf. kudekap erat-erat tubuh mini itu, kini tangannya tak balas mendekapku, tatapannya menyelidik penuh tanya ditambah dengan bahasa wajahnya yang menyiratkan arti sempurna tidak mengerti terhadapku. Dengan terbata-bata akhirnya ia bertanya
“lilik…ke..kenapa naangiiisss???ucup aja gak nangis kok lilik naangiiss siiih?”
Aku kembali menatapnya lekat-lekat, hatiku tersayat-sayat, walau aku tahu jika aku ceritakan yang sebenarnyapun dia tidak akan pernah mengerti apa maksudku, tetapi jangankan keponakanku yang baru berumur tiga tahun, seekor anak ayampun akan merasa kehilangan jika induknya pergi untuk selamanya karena anak ayam itu belum siap menempuh perjalanan hidupnya tanpa sesosok pelindung.
“Ya Allah lihatlah makhlukMu yang Kau ciptakan ini! Nyawa dalam tubuh mininya harus menerima dan menghadapi kenyataan pahit, wajah tanpa dosanya itu harus menelan mentah-mentah arti kehilangan, rambutnya yang hanya beberapa helai itu tak kan lagi mendapat elusan kasih sayang dari seorang ayah, Mungkin Engkau lebih tahu garis hidupnya, keponakanku yang malang semoga kepergian ayahmu akan membuatmu menjadi seorang yang kuat dalam menyikapi segala pernak-pernik masalah hidup ini dan kau menjadi orang yang tegas tapi kasih sayang seperti ayahmu, serta semoga atas terpanggilnya ayahmu ke sisi Allah adalah karena Allah sudah merindukannya seperti rinduNya kepada mujahid-mujahidah Palestin yang senantiasa menegakkan kalimat Allah dan menjunjung tinggi syariat rasulullah di bumi Palestina” doaku dalam hati.
Tanpa aku sadari kakakku datang tergopoh-gopoh membawa belanjaannya dari kota, wajahnya penuh dengan peluh. Namun, masih tetap semangat dan terlihat jelas disana rona merah sumringah khas orang jatuh cinta.
“Dek ayo cepat bantu kakak bungkusin kado-kado ini ya!!” serunya memerintahku sembari simpang siur mondar-mandir memindahkan barang,
“Dek ayo cepetan bentar lagi shalat jumat akan selesai, mas khalid pasti akan segera pulang dan aku sudah tidak sabar lagi untuk menyambutnya pulang” ucapnya setengah berteriak sambil tertawa kecil.
Aku masih diam seribu bahasa, bingung harus darimana aku bisa menjelaskan padanya
“ka, sekarang kita harus secepatnya ke rumah sakit, mas Khalidmu ada disana” ucapku lega.
Dalam sekejap pekerjaannya terhenti, sebuah kotak biru terjatuh begitu saja tanpa toleransi akan isi dan harganya.
“apa kau bilang dek? Kau tidak sedang membuat kejutan lebih dulu untuk kakak kan? Bukan mas Khalid yang sakit kan?” Tanyanya menyelidik. Wajahnya masih nampak tak percaya, aku tahu hatinya merasa cemas.
Dalam perjalanan ia masih menjejaliku dengan pertanyaan-pertanyaan sedih.
“tapi dek kenapa kau tak cepat menghubungi kakak?” protes kakakku masih tak bisa terrima.
“kak, sudah berapa kali aku mencoba menghubungimu, tapi ponselmu mati” jawabku tak mau kalah.
“kak tadi mba Likha kesini membawa kabar itu, sekarang ayah, ibu dan saudara-saudara kita yang lain sudah ada dirumah sakit, dan aku dilarang kesana karena aku masih harus menjaga Yusuf dan memberitahumu saat kau datang”
Saat kami tiba di rumah sakit, nampak suasana mengharu-biru menyelimuti ruangan kakak iparku. Semua orang menunduk, beberapa kaum wanita menangis. Kecupan terakhir didaratkan kakakku pada kening kakak iparku mas Khalid dengan iringan air mata yang tak kunjung reda. Innalillahi wainnailaihi rajiun, akhirnya kakak iparku telah mendapat panggilan kerinduan dari Allah swt dan tinggal menunggu giliranku yang entah kapan akupun tidak pernah tahu.
“ayah…..mana nyam-nyam ucup yang ayah janjikan sebelum ayah berangkat kerja? Kenapa ayah malah bobooo? Ucup pengin di suapin nyam-nyam sama ayah” celoteh Yusuf sambil terus mencari tangan ayahnya. Yang ia sangat ingat adalah ayahnya selalu meletakkan tangannya di belakang punggung ketika akan memberi sesuatu padanya, tubuhnya kini ada dalam pelukan kakakku, kemilau kristal hitamnya terus mengerjap-ngerjap mendapati sekelilingnya yang terasa aneh, hampir semua orang menangis dan hanya dirinyalah yang tidak menitikkan air mata sama sekali, karena ya memang tidak tahu apa-apa.
Waktu seakan berjalan sangat lambat, dan tak perlu menunggu sang waktu yang terus menorehkan luka, ibuku lantas bercerita
“nduk sekitar jam 12.00 tadi mba Likha tetangga sebelah rumah kita mengabarkan kalau suamimu mengalami kecelakaan saat motornya akan membelok ke halaman masjid untuk sholat jumat. Sebuah truk di belakangnya tidak sabar untuk menunggu motor suamimu benar-benar memasuki halaman masjid karena memang saat itu benar-benar sangat ramai para karyawan yang berbondong-bondong memasuki pelataran masjid. Dengan sengaja atau tidak, pergerakan truk yang mengarah kedepan itu menyerempet motor mas Khalid sehingga iapun jatuh tertindih. Saat suamimu akan beranjak, pergerakannya terhambat oleh kain sarung yang dikenakannya, kepalanya berdarah dan sekotak bungkusan jatuh dan menutupi wajahnya sehingga pernapasannya terganggu” cerita ibu sambil mengelus-elus kepala kakakku yang terbalut jilbab.
Ibu melanjutkan ceritanya “Nduk suamimu itu orang yang sangat baik, dia selalu mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri. Waktu itu ia mendahulukan karyawan-karyawan lain yang berjalan kaki untuk memasuki halaman masjid lebih dulu hingga iapun menjadi yang terakhir disana. Namun, tidak selamanya kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas itu langsung dibalas dengan kebaikan lagi oleh Alllah swt. Terkadang bahkan rasanya tidak adil jika sebuah kebaikan dengan jaminan keikhlasan penuh malah dibalas dengan kejahatan dan keegoisan seperti kata peribahasa air susu dibalas dengan air tubah seperti itulah yang terjadi dengan suamimu nduk, seolah Allah tidak bijak dalam memberi ganjaran setiap perbuatan yang dilakukan hambanya. Tetapi percayalah kalau Allah itu sangat menyayangi suamimu dan tidak ingin melihat hambaNya yang senantiasa berbuat kebajikan itu harus teraniaya terus-menerus sehingga Ia harus berkehendak lain. Sopir truk itu tidak mengerti niat tulus suamimu, atau mungkin hatinya terlalu egois dan tidak mau tahu sehingga dia hanya meminta maaf dan langsung pergi. Dia tidak menyadari kalau perbuatannya itu telah melayangkan nyawa seseorang. Siang itu para jamaah sholat jumat telah khusyu menndengarkan khotbah dan suamimu tak kuasa merintih apalagi berteriak. Namun, atas kuasaNya akhirnya mba likha tetangga sebelah kita melihat dan menolongnya. Saat itu suasana sangat hening dan sepi, hanya ada lantunan ayat-ayat terakhir surat al fajr yaa ayyatuhannafsul muthmainnah, irji’iy ilaa rabbiki raadhiyatam mardhiyyah, fadhkhuly fiyy ibabdyy wadhkhuly jannaty yang dibacakan merdu oleh sang khathib. Dengan transportasi seadanya serta bantuan warga sekitar, suamimu langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Namun, sepertinya Allah sudah sangat merindukan suamimu hingga Ia berkehendak mengambilnya darimu. Menangislah nduk jika itu membuatmu tenang, menangislah seperti rasulullah menangisi anaknya Qasim dan Abdullah, menangislah karena tangisan itu tanda kasih sayang.” Ibuku mengakhiri cerita.
Selama mendengarkan cerita ibu, air mata kakakku tak kunjung berhenti. Namun, kini wajahnya mengulaskan senyum tipis. Ada secercah sinar keikhlasan dan kebanggaan di matanya.
“Pergilah dengan tenang mas, aku sudah ikhlas, aku akan berusaha sekuat mungkin untuk merawat yusuf menjadi anak yang kau banggakan, aku ikhlas kau tinggal mas, sampaikan salamku pada malaikat yang memberimu nikmat kubur, sampaikan salamku pada kedua orangtuamu, dan sampaikan salamku pada semua muslim-muslimah yang mendahuluimu. Terima kasih untuk sisa umurmu menjadi imamku, terima kasih atas segala perhatian dan kasih sayangmu. Semoga kita dipersatukan kembali dalam naungan ridhoNya kelak, aku mencintaimu karena Allah mas” tangis kakakku kembali pecah, tetapi kali ini adalah tangisan bahagia.

 

♥ ♥ ♥
Kawan, sudah tujuh tahun selang waktu yang kakaku jalani dengan sepi. Kakaku dengan tubuhnya yang semakin kurus, pipinya tak se chuby dulu walaupun wajahnya tak sebanding dengan usianya sekarang, ia masih tetap terlihat seperti ABG tujuh belas tahunan dan tidak terlihat memikul beban perasaan yang berat. Masa remajanya yang sangat minim dengan kata bahagia. Namun, dia adalah ibu yang hebat. Yusuf keponakanku menjadi anak yang brilian secerah wajahnya ketika berusia tiga tahun. Bola mata kristal hitamnya menjadi sinar yang fokus akan sesuatu. Tubuh mininya dulu kini menjulang tinggi dengan perawakan tegap dan tatapan yang tegas namun teduh, sama persis dengan yang dimiliki ayahnya dulu.
Embun-embun di pucuk dedaunan masih menetes saat ini. Pelangi dengan bangga memamerkan warna-warnanya yang indah. Hujan sepagi tadi membuat anak-anak kecil betah bermain dengannya, sedangkan para orangtua sibuk dengan perasaan khawatir akan anaknya yang memaksakan diri bermain . Saat paling menyenangkan adalah ketika kita melihat pemandangan hujan dibalik jendela dengan sweater tebal dan secangkir coklat panas yang masih mengepul. Hmmm….!!! Sungguh nikmat, apalagi jika kita bisa menikmatinya bersama orang-orang yang kita cintai. Kala itu ingatanku melayang, masih jelas terlihat disana ketika kemarin saat perpisahan dengan keponakanku.
“terimakasih ya bunda, tunggu ucup limabelas tahun lagi, ucup akan jadi anak yang ayah dan bunda banggakan. Ucup akan jadi orang yang berguna bagi agama Allah dan negeri ini” ucapnya dengan nada mantap. Hatiku jadi terenyuh ikut mengamini kesungguhan cita-citanya.
Jarum jam dinding sudah menunjukkan pukul 16.00, matahari bersiap-siap untuk pamitan kepada penghuni bumi bagian kota itu, wajah langit bersemu jingga yang indah seolah tersenyum dan berkata” semoga harimu menyenangkan!! sampai jumpa besok!”. Walau hujan telah mereda, tetapi ia masih menyisakan rasa dingin yang menjalari tubuhku. Ketika aku memutuskan untuk kembali ke kamar tiba-tiba langkahku terhenti tepat di depan kamar kakakku. Rupanya wajah lelah itu tertidur lelap, rasa dingin tak memberinya kesempatan untuk banyak bergerak. Dengan tangan masih memeluk kotak biru, separuh tubuhnya terbungkus selimut, ya selimut yang kehilangan separuh pemakainya. Kini ia setia menjadi selimut sepi kakak.

AURA

Pagi ini memory smartphone ku hampir-hampir habis, bis, bis. Bagaimana tidak, setelah dihitung-hitung, grup WA saja hampir mencapai 60 biji, grup lelegram- cukup sedikit sih, tapi yang sedikit ini selalu aktif sampai-sampai unread message nya saja 1680, belum lagi socmed yang lain, line, Instagram, BBM, maklum teteh2 jualan. Sedangkan untuk kategori aksi 411 serta kemenangan Trump ini  hampir semua grup aktif mengupdate info kondisi terkininya. Yang biasanya sunyi sepi senyap, hanya ada pelapak-pelapak dropship atau reseller produk yang entah bagaimana kualitasnya, kini mereka semua satu suara meminta ahoax laknatullah itu dihukum dengan pantas. Kondisi ini diperpanas juga oleh kemenangan Trump, calon presiden independen Amerika yang sangat membenci Islam, herannya setiap data-data survey menunjukkan kalau si t(D)rump ini selalu berada di posisi bawah, well, sekarang gak usah terlalu percaya lagi ya sama survey. Secara logika kalian juga pasti bisa menebak akan seperti apa nasib muslim ke depannya, especially american muslims. Sehingga bisa dipastikan atmosfer seluruh umat Islam sedang memanas-manasnya.  Di grup-grup dunia maya saja sebegitu panasnya, apalagi dunia nyata. Hm..

Ya Allah, padahal keseharian ngelab di Jakarta, tapi giliran aksi penting ini aku lemah sekali. Sakit gigi yang timbul tenggelam, pikiran kacau dengan topik khusus, takut kekurangan bahan kimia untuk penelitian. Dan juga sibuk ngurus jualan. Hello Kiya, what’s are you doing dear!! ampuni aku ya Allah. Malu,, sungguh malu  sebagai muslim, aku sedikit sekali berkontribusi. Apa kata seseorang di seberang sana

“yang punya kewajiban terjun ke lapang itu ikhwan, akhwat cukup berdoa saja di rumah, urusin rumah tangga, jaga anak dan jaga kehormatan suami!”

Okey, sejenak memang benar wejangan ini, tapi buat seorang single macam aku ini rasanya hanya seperti pembenaran saja, sekaligus penghinaan lebih tepatnya . Yah betapa tidak,. Suami, rumah dan tangga, apalagi anak, mana aku punya coba?? bentar lagi inshAllah :). Tapi main point nya bukan disana sih, aku tetap malu pada Allah, pada Rasul, juga pada Nusaibah yang tangguh. Apalah arti 2 tahun belajar beladiri Thifan Pokhan sampai alhamdulillah mencapai 25 jurus, tapi terjun aksi aja melempem. Malu tuh sama kerupuk warteg sebelah!! Duuh.

Kalian tahu, sadar atau tidak, setiap orang memiliki pesonanya, tetapi tidak semua orang mampu menangkap pesona itu. Berdasarkan analisis amatiranku, jika ada aura A dan B, katakanlah aura A untuk yang belum menikah, dan aura B untuk yang sudah menikah. Orang yang belum menggenap memiliki jenis aura A yang lebih dominan bagi lawan jenisnya yang juga belum menggenap. Dan seiring waktu aura itu pun semakin menghilang di mata orang lain dan akan tergantikan oleh aura B. lalu, kemana perginya aura A tersebut? Imho ke pasangannya.hm,,, jadi apa kamu paham maksudku? Simpelnya adalah aura seseorang berbeda jenisnya antara saat ia single dan sesudah menggenap, mengapa demikian? Imho, aura A mempunyai karakteristik flouresensi fisik yang akrab dengan istilah charming, cantik, ganteng, tampan dll. Sedangkan aura B, lebih mempunyai karakteristik flouresensi yang mengarah  ke kebijaksanaan serta sifat arif lainnya. Sehingga wajar jika ada teman kita yang notabene jadi inceran banyak wanita`dan sudah lama menikah maka, tingkat charming nya akan menurun drastis bagi khalayak, tapi meningkat drastis bagi pasangannya.

Matahari sudah sejak tadi berpamintan sejak 30 menit, aku menunggu krontrakanku habis dalan bukan ini. dan keniscayaan pernyataan tu akan selalu muncul dari setiap ucapan dan tindakan kita.  Aku masih merenung sambil melihat betapa kenyataan takdirku lagi. Awan Bogor indah sekali, terang benderang. Mungkin juga karena menyambut para aksiers yang kembli dari membuat peristiwa sejarah yang menakjubkan. Entah kenapa, para peserta aksi itu baik aura A dan B nya,,meliputi kecharmingannya , kegantengan dan kecantikannya naik berkali-kali lipat. Aku yakin, Itu semua karena aura. Tentu aura tidak bisa dibeli dengan make up tebal lagi mahal, aura itu alami dan ilahi pastinya cuy. Semoga kita semua bisa seperti mereka, hingga flourosensi diri kita ikut menyilaukan para penghuni surganya Allah. 🙂

 

Al Quran, Aku dan Kamu

Izinkan aku memulai kisahmu dengan sederhana, karena kau adalah sesosok sederhana, lugu dan apa adanya. Sosok yang senantiasa mengingatkanku akan pentingnya suatu surat. Surat yang selama ini aku gagal fokus dibuatnya, tentu bukan ia penyebabnya, namun karena lingkungan disekitarku, hingga aku begini jadinya. Betapa tidak, ia suatu surat yang luar biasa, diturunkan langsung oleh dzat yang maha luar biasa, namun sayangnya hingga saat ini, saat umurku menginjak kata “hampir seperempat abad” aku masih belum mengerti sepenuhnya isi surat  itu. Padahal semua orang yang mengaku muslim berpendapat sama kalo ia adalah pedoman hidup untuk menggapai kebahagiaan dunia akhirat.

Seorang kamu lalu datang begitu saja di kehidupanku, tanpa pernah ku sangka sebelumnya, apalagi diminta. Dan untuk itu aku sangat mensyukurinya, sangat, sangat mensyukurinya. Yah walaupun kalau di depan kamu aku harus berpura-pura cuek, jaim gitu deh.

aku benar-benar tidak menyangka awalnya, Allah dengan begitu baiknya mengirimkan seorang kamu untuk menggenapiku. Dulu kriteriaku memang salah satunya ada di diri kamu, tapi lebih dari cukup bagiku kamu itu “wow” banget, solehnya keterlaluan banget, bayangpun,,kamu hafal seluruh isi surat itu, sedangkan aku? Gak perlu ditanya, aku malu.

Apa tanyamu dulu saat kita “taaruf” atau perkenalan ditemani guru-guru kehidupan kita, dulu

“maaf ukh, kalo boleh nanya, sudah berapakah hafalan antum?” suaramu tegas tanpa memandangku sedikitpun, seolah menantang.

Aku malu mengatakannya, “ana eh,,-sambil kedua jari telunjuk ditubruk-tubrukin dibawah meja- baru hafal 1 dari 30 bagian surat itu, itu pun masih gak lancar”.

Dan kamu cuma menjawab

“ana juga masih belum lancar ko, buktinya masih harus murajaah tiap hari, kan fastabiqul khairaat, jadi mari kita bersaing” sambil senyum-senyum mengejek campur sok-sok serius mau lomba

Seketika rasanyanya aku ingin menghilang dari peredaran bumi

..cling..!!

***

Aku yang sehari-hari harus depan laptop memandangi jurnal-jurnal atau artikel ilmiah bidang pangan  demi kelancaran tugas akhir magisterku, harus update dengan rilis terbaru, seringkali aku harus punya print outnya agar kacamataku tak bertambah tebal. ku tandai dengan stabilo, bagian yang menurutku cukup penting. Saat itu kamu juga sibuk dengan pekerjaanmu sebagai penerjemah, meja kita saling sampingan. Dan tak sengaja ekor mataku yang sedang lelah menangkap sosokmu mengerjakan hal yang sama denganku.

“eh kok ikut-ikutan, nandain apa bi?” tanyaku penuh selidik

“enggak ko, Cuma nandain bagian tertentu di Al qur’an” jawabmu sambil msih sibuk dengan stabilo hijau

Dan betapa terkejutnya aku, bahwa hampir setiap halaman ada warna stabilonya, pertanda itu bagian penting. Seperti biasa kamu sudah cukup terlatih menghadapi keterkejutanku

“tahu gak mi, sebenernya semua bagian dari alquran itu penting, semua aspek kehidupan kita ada disana, termasuk penelitian ummi, harusnya rujukan utamanya alquran bukan jurnal-jurnal itu,. rasa-rasanya abi ingin tandai semua, tapi nanti jadi full color, dikira abi sedang belajar mewarnai kan lucu hehe”

“yah kenapa baru bilang?” jawabku haru campur malu, kaca mana kaca, sepertinya wajahku sudah memerah tanpa perlu blush on

***

 

Mi lagi sibuk neliti apa sih? Tanyamu dengan wajah bosan menungguiku. Saat itu kamu tumben-tumbenan sedang longgar jadi bisa menemaniku di lab, sekaligus melampiaskan rasa penasaran tentang pekerjaanku yang lebih sibuk dari orang kantoran

Aku yang saat itu sedang bekerja aseptik dengan jas lab, sarung tangan dispossable lengkap dengan masker hanya menjawab

“ssttt” tanganku masih sibuk dalam laminar air flow, berkutat dengan bakteri di cawan petri dan Erlenmeyer. Dan kamu semakin bingung

Lalu kamu menceritakan sesuatu seselesaiya aku bekerja di lab sambil bantu-bantu nyuci alat-alat gelas. Kebetulan teman-teman lab ku sudah duluan pulang, hanya kami berdua

Hhmm,, tahu gak mi, konon ada seorang pasangan yang LDRan gitu, naah sang suami senang sekali mengirimi surat untuk istrinya, namun setiap kali surat itu sampai ke tangan sang istri,  surat itu bukanya dibaca tapi sang istri malah asik memperhatikan jenis tinta untuk menulis isi surat itu, aromanya, jenis kertasnya lalu menelitinya di laboratorium. Setiap kali ditanya teman-temannya tentang isi surat itu, ia hanya menjawab “aku lupa” dan dia dengan semangatnya malah menceritakan apa yang sudah ditelitinya dilaboratorium.

Kamu berhenti sebentar memberi jeda

“itu bukan aku kan?” tanyaku sudah merasa agak gak enak gimana gitu

‘kamu paham intinya?”

“belum” aku pura-pura tak mengerti, maksudku biar kamu aja yang jelasin, kan kamu yang cerita hehe, tawaku dalam hati

‘ iya, jadi intinya kita kadang sering lupa dengan al quran, bahwa Allah sudah mengirimi kita surat cintaNya, tapi kita sering gagal fokus sama surat itu, kita sibuk meneliti ini itu, tapi saat ditanya maksud atau inti surat itu, kita malah gak mengerti” jawabmu santai

“ih aku jadi malu lagi

***

“ Kok kita bisa menggenap ya?” tanyamu penasaran suatu ketika, hm sebenernya aku juga menyimpan pertanyaan yang sama, tapi ternyata kadar jaimku lebih gede dari kamu. Jadi aku cuma jawab santai

“tau tuh, takdir kali. Kamu request sama Allah ya dulu sebelum lahir buat nulis nama aku di lauhil mahfudz wkwk”

Lalu kamu juga jawab santai

“ih pinter banget ya bidadariku, siapa dulu suaminya”

Seketika bantal sofa melayang ke pipinya, timpukan sayang dari aku. “Dasar, Gombalisme Internasional!”

Lalu kami pun saling melempar bantal tanpa ada yang mau mengaku siapa yang lebih dulu request  ke Allah dulu pas di lauhil mahfudz

 

Under moonlight

Memperingati AKSI DAMAI BELA AL QURAN 4 NOV

P.S : Ini sebenernya draf lomba tapi gagal diterusiin, udah males duluan hhe

 

 

 

 

KOORDINAT (PART 2)

vol-6-issue-2-destination-jannah

Tetes-tetes embun masih segar di pelupuk hijau daun, aroma khas tanah coklat kemerahan habis terguyur hujan semalaman menambah khusyunya kompleks itu. masih ada sisa-sisa mendungnya di atmosfer mataku, hingga aku sulit membedakan mana pagi atau sore pada hari ini.

Dulu aku sudah sering berkata padamu bahwa Aku tidak terlalu butuh rumah untuk menetap, karena memang hobiku travelling, dan salah satu harapan besarku adalah bisa menempati minimal 3 bulan untuk setiap negara. “lebih baik kau jaminkan rumah di surga untukku, Rudy” kataku santai, tersenyum tengil “itu jauh lebih prestisius” tambahku lagi, sekedar menegaskan, aku tahu betul dia orang yang sangat ambisius dengan 100 of the dreams nya. jadi selama itu baik, apa pula yang tidak bisa ia usahakan. Aku baru menyadari hari ini, ucapanku benar-benar terbang ke arsy. Rudy tidak pernah bermain-main dengan janji. Maka semoga disana ia sedang mengusahakannya untukku, sembari aku terus berbuat apa yang membuat Rabbku ridha padaku.

Sepagi ini, belum banyak kupu-kupu beterbangan, yang tertangkap bola mataku hanya serentetan kerajaan semut yang giat bekerjasama mengangkut telur-telur mereka, juga bongkah makanan yang harus terbagikan rata. Lihatlah, mereka berjalan sepanjang jarak “rumah”mu dan tetanggamu, Rudy. Menakjubkan bukan?.  Kata orang, bunga-bunga akan lebih harum sampai  5x lipatnya jika lingkungan sekelilingnya dalam keadaan sunyi sepi.  Begitu pula dengan suara, ia jauh terdengar lebih keras bahkan 10x lipatnya saat lingkungan disekelilingnya sepi.  Dengan  begitu, aku bisa merasakan kehadiranmu lebih dekat Rudy, mendengar kata-katamu yang mungkin super lirih, mencium aroma wangimu lebih tajam, juga membelai lembut punggung tanganmu meski aku tahu, dzahirnya kulit tanganku hanya menyentuh udara.

“Hai kamu yang ada disana, jangan mengintip aku dari celah lubang cacing ini ya! Aku paling tidak mau kelihatan cengeng didepanmu,” gerutuku lirih. Aku memasang ekspresi  manyun manja ala Syahroni, artis paling Rudy sebalkan.

Tapi sia-sia, usahaku gagal,  sudah susah payah pandanganku ku edarkan ke atas demi melawan gravitasi tanah merah ini. Bulir bening kedua mataku malah meluncur seenaknya seperti bermain sky. Dan parahnya, bahkan jari-jemariku tak kuasa menahannya, semakin membuat hijab hitamku basah tak karuan. Aku terpaksa berbalik badan dari “rumah”mu beberapa menit, demi menahan malu tidak ingin terlihat rapuh. Sekuat tenaga menutup mata agar buliran itu terhenti. Kedua tanganku saling terkepal kuat, tapi bahuku berguncang hebat, aku berada dalam titik terlemah.

‘Hei bangun!, sudah jam berapa ini. kamu bukannya harus ngantor?” ucapku setengah teriak, aku sudah sempurna membalik badan, kembali menghadapnya setelah puas menguras bendunganku beserta ikan-ikan kenangannya.

Ngantor- istilahku adalah masuk ke dalam ruang kerjanya, yang sebenarnya masih di dalam rumah. Iya, semenjak insiden Demo bela agama 2 tahun silam, ia kehilangan pekerjaan dikantornya. Seorang tentara suruhan ahoax, berbadan tinggi besar melesatkan pelurunya, random ke berbagai arah jalan. Malangnya, Rudy ku yang kalah terlatih kemliterannya itu, menjadi sasaran peluru hinanya,betis  kaki kirinya tertancap sempurna. Ia meringis sejenak, menahan nyeri tak karuan. Kala itu suasana semakin heboh memenuhi sekitaran masjid Istiqlal, ribuan orang terus berdatangan. Konsentrasi O2 makin menipis berganti pekatnya CO2 membumbung di udara. Aku yakin, Rudy ku masih bisa menahan nyeri di kakinya, tapi tidak pada asmanya.

***

“Enak saja, dia hanya minta maaf, it’s okey aku maafkan, tapi hukum  harus tetap di tegakkan, dia tidak bisa mengembalikanmu secara utuh kepadaku!!” emosiku meluap-luap. Aku tidak bisa menahan diri untuk ikut terjun ke lapang dan membalas kekejian tentara jahat itu.  untungnya saudara iparku sigap, ia sampai kewalahan menahanku agar tetap di rumah sakit, tempat Rudy dirawat.

sudahlah Honey, Harusnya kau malah bangga” ucap Rudy lembut menenangkanku.

Ia tahu, dalam kondisi kalut seperti ini, ia harus memanggilku “honey”, padahal jika kondisi biasanya aku lebih suka dipanggil nama panggilan biasa, Ilona.  “agar relationship kita lebih terdengar awet muda, kita kan seumuran” ujarku beralasan suatu hari.

“aku bahkan sudah ikhlas jika memang ini bernilai jihad fii sabilillah seperti Rasulullah dan para sahabatnya berperang” tambahnya lagi. Mendengarnya berkata-kata barusan, bukannya tenang, aku justru semakin panik. Dengan masih terduduk kaku, aku tergugu menangis.

Rudy ku, jangankan survey ke lapang, berjalan saja susah, kaki kirinya harus ditanggalkan demi menyelamatkan organ berharga lainnya. Maka ia putuskan untuk pensiun muda meskipun perusahaan tempatnya bekerja tidak menyuruhnya resign, bahkan menawarkan posisi lain yang lebih foot friendly.

 

***

Segenap tanganku ia genggam kuat dengan satu tangannya, dan satu tangan lainnya memegang dengkul kaki kirinya. Lalu semenjak itu ia resmi menjadi full time husband . Ia mulai giat menggambar apa saja, sekedar mengasah lagi bakat terpendamnya. Tak jarang juga aku menjadi korbannya, diriku dengan berbagai aksi rumah tangga sekaligus ekspresinya seharian mampu ia gambarkan sedetil-detilnya. Saat aku harus membanting cicak dengan garangnya, saat aku berpeluh keringat dengan kuyupnya, saat wajahku hitam pekat tertutup masker kopi demi terlihat cerah didepannya. Juga saat aku hampir terpeleset hendak masuk ke kamar mandi pun ia tahu detil ekspresiku. Ia adalah full time husband paling TOP di jagad raya ini. Bagaimana tidak, hampir 24 jam kami selalu bersama di satu bangunan yang sama, rumah kontrakan mungil kami, dan hanya terpisah 4 jam saat aku mengajar bimbel freelance dari jam 8 – 12 am., selebihnya kami bersama. Ia kelabakan dengan orderan klien yang semakin hari makin membludak, mungkin itu juga karna aku, yang tak henti-hentinya mempromosikan karyanya di media sosial. Maaf ya aku tak bisa menggambar karakter apalagi komik, menggambarkan perasaanku sendiri saja aku tak mampu, aku tak habis pikir bagaimana bisa kau dengan sok tahunya menggambarkan komik-komik orderan milik klienmu dengan sangat apik, hm..daibak. ku harap nantinya kau juga bisa menjadi full time father, but  It’s okay, bagaimanapun kondisimu, yang jelas aku sangat bahagia berada disisimu, Rudy ku.

mungkin Allah kasih kesempatan kepadaku untuk lebih menekuni hobi ini, Ilona” ucapnya meyakinkanku suatu hari. Itu perkataannya 2 bulan sebelum kepergiannya. Penyakit asmanya semakin parah, hingga di suatu sore hari aku sudah mendapatinya tak bernafas setelah shalat asar, tepat saat ia merampungkan tilawah 1 juznya hari itu.  Detik itu aku mencatat semuanya dalam long term memoryku, senyumnya mengembang amat manis sekali, sampai-sampai matanya tenggelam berganti gigi-gerigi yang terpasang rapi, putih, mempesona.

 ***

Aku jelas bangga padamu, kau sudah berada di koordinat yang tepat, Rudy. kelak 10 hingga 50 tahun kemudian, jika aku masih ada, aku akan dengan sangat bangganya menceritakan kepada anak cucu kita. Betapa tingginya Islamisme dan nasionalisme mu tak diragukan lagi, kau ada di barisan paling depan saat demo aksi bela Agama itu berlangsung, betapa lantangnya suaramu mengalahkan suara-suara sirine tentara Ahoax. Kau sudah menunjukkan padaku, bahwa sedalam apapun kecintaanmu kepadaku, tetap masih lebih dalam kecintaanmu kepada Allah dan Rasulnya.

Barangkali setiap kabar bahagia memiliki rahasia ditiap sisi sebaliknya, memiliki kisah perjuangan panjang nan mengharukan hingga ia terasa begitu bermakna lagi bertenaga saat disampaikan, bahkan kepada sebatas pendengar dan pembacanya. Ia juga barangkali lahir dari banyak pergolakan batin yang memaksa hati memilih logika atas nama takdir, juga memangkas segala harap yang tak pantas, yang awalnya muluk menjadi cukup. Dan barangkali aku juga lupa satu hal penting yang belum ku katakan padamu saat mengunjungi “rumah”mu tadi. Allah cukupkan kirana kecil dalam rahimku sebagai pengganti dirimu, Rudy. Semoga Allah pertemukan kita di satu titik koordinat JannahNya kelak.

 

Under moonlight

For Demo Aksi Bela Agama, 4 Nov

….

 

Having someone to go to

Having someone to love

Having both is a blessing

That was sent from above

Oh I know that whereever I’ll go

You’ll be forever in my heart

(Harris J)